Jumat, 30 November 2012

Analisis Hukum mengenai Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Bahwa, Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, secara tegas menyatakan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.

Unsur-unsur Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:
1.    Setiap orang;
2.    Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3.    Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
4.    Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Ad. 1.   Unsur “Setiap orang”

Bahwa, dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 secara tegas menyatakan definisi dan pengertian dari kata “Setiap Orang” adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

Bahwa, menurut Sudikno Mertokusumo:

“Subyek hukum (subjectum juris) adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh, mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban dari hukum, yang terdiri dari :
¨        orang (natuurlijkepersoon);
¨        badan hukum (rechtspersoon).”

(Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 1999, h. 12, 68-69)

Unsur “setiap orang” hanya merupakan element delicht dan bukan bestandeel delict (delic inti) yang harus dibuktikan. Artinya, unsur setiap orang harus dihubungkan dengan perbuatan selanjutnya, apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak.

Menurut Simons, merumuskan strafbaar feit atau delik sebagai berikut :

eene strafbaar gestelde, onrechtmatige. Met schuld in verband staande, van een toekeningsvatbaar persoon
Artinya : Suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan pidana, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh seseorang yang bersalah dan orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.

(Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2005, h. 98)

Mr. Drs. H.J. Van Schravensijk, berpendapat mengenai unsur barang siapa sebagai berikut:

“Barang siapa mengerdjakan suatu perbuatan, jang tidak dapat ditanggungkan kepadanja karena kurang sempurna ‘akalnja atau karena sakit berubah’ akal, tidak boleh dihukum.”
(Mr. Drs. H.J. Van Schravensijk, Buku Peladjaran Tentang Hukum Pidana Indonesia, J.B. WOLTERS, Djakarta-Groningen, 1956, hlm. 138)

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga, pengertian “barangsiapa” adalah sama dengan:

“siapapun, sembarang orang, siapa saja”.
(Hasan Alwi, Dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional-Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 1059)

UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001, mengartikan Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara adalah sebagai berikut:

Pegawai Negeri Sipil:

” Pegawai Negeri adalah meliputi :
a.     Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian;
b.    Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
c.     Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d.    Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
e.    Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.”

Penyelenggara Negara:

”Pasal 5 ayat 2: Ayat (2): Yang dimaksud dengan "penyelenggara negara" dalam Pasal ini adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pengertian "penyelenggara negara" tersebut berlaku pula untuk pasal-pasal berikutnya dalam Undang-undang ini.”

Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme:

Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
               
               
                Ad. 2. Unsur “Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”

Bahwa, menurut R. Wiyono, menyatakan:

“Yang dimaksud “menguntungkan” adalah sama artinya dengan mendapatkan untung, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran, terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya”.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan unsur “Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” adalah sama artinya dengan mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”.

(R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 38)
                       

                Ad. 3.         Unsur “Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”

Bahwa, menurut R. Wiyono, menyatakan:

“Yang dimaksud “Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” adalah menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana tersebut.”

(R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 38)

Menurut E Utrecht - Moh. Saleh Djindang yang dimaksud dengan “jabatan” adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste weerkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara/ kepentingan umum atau yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi yang diberi nama negara.

Ad. 4.   Unsur “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

Bahwa, menurut R. Wiyono, menyatakan :

“Yang dimaksud dengan “merugikan” adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur “merugikan keuangan negara” adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.”

(R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 31)

Pengertian “keuangan negara” menurut Undang-undang No. 31 tahun 1999 adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a.     berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat Pusat maupun di Daerah;
b.    berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Bahwa, menurut R. Wiyono, menyatakan :

“Dengan tetap berpegangan pada arti kata “merugikan” yang sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, maka apa yang dimaksud dengan unsur “merugikan perekonomian negara” adalah sama artinya dengan perekonomian negara menjadi rugi atau perekonomian negara menjadi kurang berjalan.”

(R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 33)

Pengertian “perekonomian negara” menurut Undang-undang No. 31 tahun 1999 adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar